– Bu buah apa?
– Apa alasan di balik larangan yang tidak masuk akal ini?
Saudara kami yang terhormat,
– Pertama-tama, mari kita tekankan poin ini:
“Larangan yang tidak masuk akal ini…”
bukanlah pernyataan yang masuk akal.
Karena;
a.
Pertanyaan pertama yang mungkin muncul bagi makhluk yang diciptakan untuk diuji, adalah tentang larangan. Karena, agar kehendak manusia, yang harus berfungsi sebagai rem terhadap keinginan-keinginan buruk yang terus-menerus muncul sepanjang hidup, dapat diasah, ia harus menunjukkan perlawanan terhadap suatu larangan.
b.
Kebijaksanaan Ilahi, untuk menguji kehendak Nabi Adam dan Nabi Hawa, telah menarik perhatian mereka pada buah terlarang dengan menempatkan larangan, dan membuat mereka memusatkan perhatian mereka padanya. Akibatnya, manusia ditempatkan di dunia, tempat ujian.
c.
Hikmat Ilahi, agar manusia menjadi khalifah di bumi, telah menghendaki agar kemampuan dan bakat kemanusiaan yang ada di dalam diri mereka, yang masih berupa benih, muncul melalui buah terlarang. Namun, keadilan Ilahi juga menginginkan agar mereka sendiri, melalui kehendak bebas mereka, menjadi sebab untuk mendapatkan visa yang diperlukan untuk pindah dari tempat seperti surga ke dunia yang penuh kesulitan.
– Larangan ini dapat dianggap sebagai tanda bahwa surga bukanlah tempat pembiaran, dan bahwa buah terlarang itu mengandung rahasia yang membantu munculnya emosi kemanusiaan, terutama dorongan seksual, serta perlunya menetap di dunia, yang merupakan tempat yang cocok untuk kelanjutan keluarga manusia.
Hadirnya Nabi Adam dan Nabi Hawa sebelumnya, seperti malaikat, begitu suci sehingga tidak merasakan hal buruk apa pun di dalam diri mereka. Setelah memakan buah dari pohon itu, muncul keadaan emosional yang diperlukan untuk kelanjutan keluarga manusia, dan dengan demikian mereka mulai memandang satu sama lain secara berbeda. Pandangan yang berbeda ini, bersamaan dengan itu, melahirkan rasa malu sebagai penutup spiritual. Sesungguhnya, setiap manusia ketika masih kecil, dalam fitrah yang murni, belum menyadari keberadaan jenis kelamin yang berlawanan. Ketika sedikit tumbuh, ia perlahan-lahan mulai menyadari baik jati dirinya sendiri maupun daya tarik jenis kelamin yang berlawanan. Untuk mencegah agar fitrah ini tidak melampaui batas dan terjerumus ke dalam kenakalan yang tidak semestinya, maka diciptakanlah penutup jasmani maupun penutup spiritual berupa taqwa – rasa malu. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, Surat Al-A’raf ayat 26, yang menjelaskan peristiwa memakan buah dari pohon tersebut –
dengan maksud-
menyatakan hal-hal berikut:
“Wahai anak-anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi auratmu dan sebagai perhiasan. Tetapi ketahuilah bahwa pakaian yang paling utama adalah pakaian taqwa.”
– Mengenai apa itu buah terlarang, Al-Qur’an hanya menyebutkan
“pohon”
telah dinyatakan sebagai.
“Kemudian Kami berfirman, ‘Wahai Adam, engkau dan isterimu, tinggallah di surga dan makanlah dari segala apa yang kamu kehendaki, tetapi janganlah kamu mendekati pohon ini, agar kamu tidak termasuk orang-orang yang zalim.’”
(Al-Baqarah, 2/35).
Menurut Tabari, tidak ada penentuan yang pasti mengenai hal ini, baik dalam ayat-ayat Al-Qur’an maupun dalam sumber-sumber hadis sahih.
Oleh karena itu, dalam sumber-sumber tafsir, terdapat banyak perbedaan pendapat mengenai pohon ini, yang bisa jadi pohon gandum, pohon kurma, pohon hyacinth, pohon anggur, pohon zaitun, atau pohon ara.
(lihat Tafsir Tabari, tafsir ayat yang bersangkutan)
Klik di sini untuk informasi tambahan:
– Jika setan tidak diciptakan, apakah kita akan berada di surga?
– Pakaian yang dikenakan oleh Nabi Adam dan Nabi Hawa di surga sebelum mereka memakan buah terlarang.
– Pohon yang dilarang bagi Nabi Adam di surga.
Salam dan doa…
Islam dengan Pertanyaan-Pertanyaan