Saudara kami yang terhormat,
Ada dua pilihan jawaban dalam pertanyaan ini:
Pertama
Apakah segala sesuatu terjadi sesuai dengan kehendak Tuhan yang mutlak, ataukah manusia yang melakukannya dengan kehendaknya sendiri?
Ayat yang dimaksud dalam pertanyaan ini adalah:
”
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Dan barangsiapa yang disesatkan, maka tidak ada yang dapat memberi petunjuk kepadanya.
“Jika Allah (SWT) memberi hidayah kepada seseorang, maka tidak ada seorang pun yang dapat menyesatkannya. Dan jika Dia menyesatkan seseorang, maka tidak ada seorang pun yang dapat membimbingnya.”
(Al-Kahf, 18/17)
Secara makna,
hidayah;
Jalan yang benar adalah jalan yang lurus, jalan yang bijaksana, dan jalan yang ditempuh oleh para nabi.
Kesesatan
sedangkan, jalan orang-orang sesat berarti kehilangan jalan yang benar dan menyimpang dari arah yang seharusnya.
Perlu diperhatikan, keduanya merupakan suatu pekerjaan, suatu tindakan. Dan dari segi keterkaitan dengan manusia, keduanya merupakan suatu fungsi. Oleh karena itu, keduanya harus dikembalikan kepada Allah. Sebagaimana telah kami jelaskan, setiap tindakan diciptakan oleh Allah. Tidak ada tindakan yang dapat ditunjukkan di luar kehendak Allah. Kesesatan (yaitu menyimpang dari jalan yang benar),
“Mudil”
yang menciptakan dengan alasan namanya, memberikan hidayah (mencapai jalan yang benar),
“Ayok”
Hanya Allah (SWT) yang mengaitkan (kedua hal tersebut) dengan manifestasi nama-Nya. Ya, Dia-lah yang memberikan keduanya.
Namun, ini tidak berarti bahwa hamba disesatkan dari jalan yang benar atau diarahkan ke jalan yang benar, yaitu hidayah, oleh Allah tanpa campur tangan atau keterlibatan apa pun dari hamba itu, dan dia hanya…
dâll (sesat)
atau
râşid (jujur)
menjadi seorang manusia.
Masalah ini juga dapat dipahami secara singkat sebagai berikut: Dalam mencapai hidayah atau jatuh ke dalam kesesatan, seberapa besar pun suatu perbuatan yang dilakukan; misalnya, jika pekerjaan ini beratnya sepuluh ton, maka memberi orang lain bahkan sepersepuluh pun adalah kesalahan. Pemilik hak yang sebenarnya adalah Allah, dan pekerjaan itu harus diberikan kepada pemilik hak.
Untuk menjelaskan ini dengan contoh:
Allah memberikan hidayah dan ada sarana-sarana untuk mendapatkan hidayah tersebut.
Datang ke masjid, mendengarkan nasihat, mencerahkan pikiran, adalah jalan menuju hidayah. Mendengarkan Al-Qur’an, meneliti maknanya dan menembus kedalamannya juga merupakan jalan menuju hidayah. Datang ke hadirat Rasulullah (saw), duduk di hadapannya saat beliau mengajar, mendengarkannya dengan penuh perhatian; atau mendengarkan ceramah seorang ulama Islam, memasuki suasana yang mengingatkan pada surga, mendengarkan kata-katanya yang tulus, dan menjadikan hatinya sebagai cermin bagi cahaya yang datang darinya, adalah jalan menuju hidayah. Dengan jalan-jalan ini, manusia mendekat pada hidayah. Ya, meskipun datang ke masjid adalah mendekat kecil, Allah (swt) dapat menjadikan kedatangan ke masjid sebagai jalan menuju hidayah. Yang memberi hidayah adalah Allah; tetapi, dalam mencapai hidayah ini, Allah membuka pintu,
“kesb”
dengan kata lain, yang memukul/mencuri adalah orang yang meminta.
Orang pergi ke kedai minuman keras, ke tempat penyembahan berhala; dengan demikian
“Mudill”
nama itu telah menyentuh gagang pintu.
“Bohongi aku”
demikianlah. Dan jika Allah menghendaki, Dia akan menyesatkannya. Tetapi jika Dia menghendaki, Dia akan menghalangi, dan tidak akan menyesatkannya. Perhatikanlah, apa yang ada di tangan manusia itu sangatlah sedikit, sehingga hal itu tidak cukup menjadi penyebab hakiki baik untuk hidayah maupun kesesatan.
Izinkan saya memberikan contoh berikut:
Ketika kalian mendengarkan Al-Qur’an dan khutbah, serta membaca karya ilmiah, hati kalian akan dipenuhi cahaya. Sebaliknya, ada orang lain yang merasa gelisah dan cemas ketika mendengar adzan di bawah bayangan menara, mendengarkan khutbah, bahkan ketika mendengarkan doa-doa yang paling tulus sekalipun;
“Suara retakan itu apa?”
mengeluh tentang adzan.
Artinya, baik yang memberi hidayah maupun yang memberi kesesatan adalah Allah (SWT). Tetapi jika seseorang telah menempuh jalan kesesatan, maka Allah (SWT) juga akan menciptakan sesuatu yang lebih dari 999,9 per 1000 yang menjadi urusannya;
-seperti menekan tombol-
kemudian Dia menghukum atau mengampuni manusia karena kecenderungan dan keinginan mereka untuk menyimpang.
Klik di sini untuk informasi tambahan:
– Bagaimana pendapat Anda tentang klaim bahwa ada kontradiksi dalam ayat-ayat Al-Qur’an mengenai “Allah memberi hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki”?
Salam dan doa…
Islam dengan Pertanyaan-Pertanyaan