Bukankah haramnya zina dan mencuri secara teologis dapat diketahui dengan pasti?

Detail Pertanyaan


– Dalam sebuah tulisan, pandangan Mazhab Hanafi Samarkand disampaikan sebagai berikut:

“Menurut Alâuddîn Semerkandî, para ulama Semerkand membedakan antara keyakinan dan tindakan dalam hal makna perintah. Menurut mereka, hakikat perintah adalah permintaan. Oleh karena itu, mencakup baik kewajiban (îcâb) maupun sunnah (nedbi). Meskipun perintah mutlak secara zahir pada tindakan mengharuskan kewajiban, namun pada aspek keyakinan, ia tidak menyatakan secara pasti apakah tindakan tersebut wajib atau sunnah. Hukum perintah mutlak secara zahir pada tindakan adalah kewajiban. Namun, pada aspek keyakinan, tidak wajib untuk menentukan. Artinya, seseorang tidak wajib untuk meyakini secara pasti salah satu dari kewajiban atau sunnah dengan menentukan salah satunya.”

– Menurut aliran ini, melakukan zina, minum alkohol, dan melakukan kezaliman adalah haram secara amali, tetapi hukumnya di sisi Allah tidak dapat diketahui secara pasti. Dalam hal keyakinan, seseorang tidak diwajibkan untuk mempercayainya, tetapi melakukan hal-hal tersebut secara amali adalah haram. Apa yang dapat dipahami dari pandangan ini?

– Menurut aliran ini, misalnya, haramnya zina dan mencuri secara teologis tidak dapat diketahui dengan pasti, bukan?

Jawaban

Saudara kami yang terhormat,

Topik ini sangat luas. Pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ulama Samarkand bukanlah satu-satunya kebenaran, dan untuk memahami apa yang mereka katakan, perlu disajikan ringkasan yang agak detail tentang pemikiran para ulama mengenai topik ini.


Dalil-Dalil Perintah:

Menurut para ulama ushul,

perintah

Kemampuan ini menunjukkan adanya permintaan untuk melakukan suatu pekerjaan. Namun, indikasi ini tidak selalu ada. Karena terkadang kemampuan ini,

ancaman, peringatan, harapan

dan

penghinaan

juga digunakan untuk. Selain itu, ketika bermakna meminta sesuatu, artinya adalah

wajib, sunnah

dan

pembimbingan

untuk hal-hal tersebut juga

-walaupun dengan tingkat yang berbeda

– sedang dibicarakan.

Namun, bentuk perintah biasanya disertai dengan petunjuk yang menunjukkan adanya hukum syariah.

Contohnya:


1)


Perintah yang menyatakan kewajiban,

agar pekerjaan yang diperintahkan diselesaikan

janji

yaitu sebagai imbalan, juga untuk penyerahan

janji

yaitu dengan hukuman. Contohnya:

“Jika kalian melakukan ini, kalian akan mendapatkan hadiah sebesar ini, tetapi jika tidak, kalian akan dihukum sebesar itu.”

ungkapan tersebut menyatakan kewajiban.


2)


Perintah-perintah yang ditujukan untuk teguran, bimbingan, dan izin,

Digunakan dengan pertimbangan hak-hak hamba dan kemaslahatan mereka. Contohnya:

“Jika Anda melakukan ini, Anda akan diberi hadiah, tetapi jika Anda tidak melakukannya, Anda tidak akan dihukum.”

ungkapan tersebut menunjukkan bekas luka.

Para ulama Islam telah menggunakan istilah “emir siyasi” untuk berbagai makna yang mereka temukan melalui interpretasi.

(lihat Gazali, el-Mustasfa, 2/293-94; Amidî, el-Ahkâm, 2/207-208)

Mari kita berikan beberapa contoh:


Wajib

untuk

“Shalatlah ketika matahari mulai condong ke arah barat.”


(Al-Isra, 17/78)

Sebagai contoh, ayat yang berbunyi (…).


Nedb

untuk

“Mereka

(pada budak-budak itu)

Jika kamu tahu ada kebaikan, maka buatlah perjanjian korespondensi dengan mereka.”


(An-Nur, 24/33)

ayat tersebut adalah sebuah contoh.


Pencerahan

untuk

“Mintalah dua orang yang adil di antara kalian untuk menjadi saksi.”


(At-Talaq, 65/2)


Ancaman

untuk

“Lakukanlah apa yang kalian kehendaki, sesungguhnya Dia”

(Allah)

melihat pekerjaan yang sedang Anda lakukan.”


(Al-Fussilat, 41/40)

Ayat yang berbunyi demikian adalah sebuah contoh.


Pengkhianatan

untuk



(Kepada seseorang yang telah masuk neraka)

Cobalah rasakan, karena engkau sesungguhnya orang yang mulia dan terhormat.”


(Duhan, 44/49)

Ayat yang berbunyi demikian dapat menjadi contohnya.

Sekali lagi

“peringatan dan ancaman”

untuk



(Wahai orang-orang yang ingkar! Untuk sementara waktu)

“Teruslah hidup/berjuang, kamu akan segera tahu/melihatnya.”


(An-Nahl, 16/55)

ayat tersebut adalah sebuah contoh.

(lihat el-Mustasfa, 1/164).


3)

Sehubungan dengan suatu hukum syariah

-tanpa belas kasih

– Para ulama telah menyatakan pendapat yang berbeda mengenai makna dari perintah yang dimaksud.


Menurut mayoritas para ilmuwan,

bentuk perintah seperti itu menunjukkan kewajiban. Karena itu, mereka harus segera menepatinya tanpa menunggu petunjuk yang menentukan makna sebenarnya.

(lihat Usûlu’s-Serahsî, 1/16; Amidî, el-Ahkâm, 2/133)


Menurut beberapa ulama,

bentuk imperatif ketika tidak ada konjugasi

NEB

dianggap sebagai penyebabnya.

(lihat Amidî, 2/134)


Menurut Imam Ghazali,

Sebuah perintah yang memiliki indikasi (karinah) tidak dapat dianggap sebagai kewajiban (fard) atau sunnah (nadhb) sampai indikasi tersebut ditemukan.

(lihat Gazali, ibid., 1/326)


Singkatnya,

meminta suatu pekerjaan untuk diselesaikan

(memerintahkan)

untuk kebaikan yang sesungguhnya

(jelas)

atau kiasan

(tidak sah)

bentuk imperatif digunakan.


Asli

bentuk-bentuk perintah,

“Shalatlah, dan berzakatlah.”


(Al-Baqarah 2/43),


“Berdirilah teguh seperti yang telah diperintahkan kepadamu.”


(As-Syura 42/15)

seperti yang terlihat pada ayat-ayat yang ditujukan kepada penerima pesan,

(perintah yang sudah siap)

seperti yang mungkin terjadi.

“Barangsiapa di antara kalian yang sampai kepada bulan Ramadan, maka hendaklah ia berpuasa.”




(Al-Baqarah 2:185)

seperti yang tercantum dalam ayat, juga ditujukan kepada pihak ketiga

(perintah gaib)

mungkin.


Metaforis

Sedangkan akhiran perintah (sîgalar) diperoleh dengan bantuan bentuk-bentuk berita (haber kipleri). Misalnya,

“Wanita yang bercerai menunggu tiga bulan dalam kesunyian.”


(Al-Baqarah 2/228)

dalam ayat yang berbunyi

“mereka akan menunggu”

ungkapan

“biarkan mereka menunggu”

artinya; Nabi Muhammad (saw) adalah Nabi kita.

“Jangan menghakimi saat sedang marah.”


(Bukhari, Ahkam, 13; Muslim, Akziye, 16)

yang disebutkan dalam hadis

“tidak memberikan putusan”

ungkapan itu juga

“jangan menghakimi”

digunakan dalam arti.

Seperti yang disebutkan dalam pertanyaan

“zinah, pencurian”

tidak ada keraguan bahwa ketentuan-ketentuan seperti itu haram secara keagamaan. Karena

-sebagaimana dapat dipahami dari pernyataan yang dibuat-

Ada banyak kemungkinan untuk ini.


Salam dan doa…

Islam dengan Pertanyaan-Pertanyaan

Pertanyaan Terbaru

Pertanyaan Hari Ini