Saya membaca di kitab fiqh bahwa perempuan kafir dianggap sebagai laki-laki, dan kita harus menaati aturan hijab di hadapan mereka seperti halnya di hadapan laki-laki. Apakah perempuan Ahli Kitab yang bukan Muslim, seperti Kristen, juga termasuk dalam aturan ini?
Saudara kami yang terhormat,
Bagian tubuh yang haram ditunjukkan oleh seorang wanita Muslim kepada wanita Muslim lainnya sama dengan bagian tubuh yang haram ditunjukkan oleh seorang pria kepada pria lainnya. Yaitu bagian antara lutut dan pusar. Jadi, wanita Muslim haram melihat bagian antara lutut dan pusar sesama wanita Muslim. Ini adalah batas akhir. Lebih dari itu…
“biarkan dia melihat”
Tidak ada artinya. Ini hanyalah sebuah izin.
Bagian tubuh wanita Muslim yang harus ditutupi di depan wanita kafir,
Menurut mazhab Hanbali,
Bagian tubuh wanita yang harus ditutupi (awrah) sama seperti bagian tubuh pria yang harus ditutupi, yaitu antara pusar dan lutut. Menurut jumhur ulama, kecuali bagian tubuh yang terlihat saat melakukan pekerjaan rumah tangga, seluruh tubuh wanita adalah awrah.
Tidak ada perbedaan antara wanita ini yang termasuk Ahli Kitab atau bukan. Status orang-orang non-Muslim sama saja.
Titik perselisihan terletak pada perbedaan interpretasi makna yang dimaksud dalam ayat terkait di Surah An-Nur.
“Wanita hendaknya hanya memperlihatkan perhiasannya kepada suami mereka… atau kepada para wanita di rumah mereka.”
(An-Nur, 24/31)
Hanbali dan yang lainnya berkata:
Yang dimaksud dengan perempuan-perempuan ini adalah semua perempuan. Tidak ada perbedaan antara perempuan Muslim atau kafir. Oleh karena itu, seorang perempuan Muslim boleh menampakkan perhiasannya kepada perempuan kafir, sejauh hal itu diperbolehkan untuk ditampakkan kepada perempuan Muslim.
Yang dimaksud dengan wanita-wanita ini adalah mereka yang mendukung Cumhura.
khususnya para wanita Muslim. Artinya, para wanita Muslim yang memiliki sifat-sifat seperti bercakap-cakap, persaudaraan seagama. Oleh karena itu, tidak halal bagi seorang wanita Muslim untuk memperlihatkan perhiasan batiniahnya kepada seorang wanita kafir atau beberapa wanita kafir.
(Tafsir Ayat-ayat Hukum di Al-Azhar, II/164; Wahbah Zuhayli, Fiqh Islam)
Bagian-bagian tubuh wanita yang dianggap sebagai aurat terhadap wanita lain sama seperti aurat pria terhadap pria lain.
Oleh karena itu, wanita Muslim dapat melihat bagian tubuh satu sama lain di luar area antara pusar dan lutut.
Tetapi seorang wanita non-Muslim,
Seorang pria Muslim hanya boleh melihat wajah dan tangan seorang wanita Muslim. Melihat bagian tubuh lainnya tidaklah pantas.
Yang disebutkan dalam ayat ke-31 Surah An-Nur
“… para wanita”
ungkapan tersebut telah ditafsirkan dalam dua cara:
1.
Yang dimaksud di sini adalah wanita Muslim, sedangkan wanita non-Muslim dianggap seperti laki-laki asing. Pendapat ini adalah pendapat yang disukai dalam mazhab Hanafi.
2.
Di sini
“para wanita”
ungkapan tersebut demikian karena kesesuaian dan keselarasan kata-katanya, maksudnya
“wanita”
artinya; tidak ada perbedaan berdasarkan agama di antara para wanita dalam hal seorang wanita beriman terbuka kepada wanita lain. Di antara mereka yang memilih pandangan ini, yang juga kami setujui, adalah para ulama seperti Al-Ghazali dan Abu Bakar Ibn Arabi.
(Ahkâmü’l-Kur’ân, III/1372; Ibnu Âsyur, XVIII/211; Tafsir Diyanet, Jalan Al-Qur’an: IV/98-99.)
Dalam ayat tersebut
«nisâi-hinne»
ungkapan tersebut terdapat di dalamnya. Meskipun kata ganti orang ketiga khusus untuk perempuan, kepada perempuan mana kata ganti tersebut merujuk? Menurut Ibnu Jurayj dan Imam al-Qurtubi,
«Wanita Muslim adalah râjī’ (yang kembali)
.
(Ibn Jarir at-Tabari/Jami’ul-Bayan: XVIII/95; Tafsir al-Qurtubi: XII/233)
Dalam hal ini, seorang wanita Muslim tidak diperbolehkan memperlihatkan auratnya di depan wanita non-Muslim.
Sebagaimana diriwayatkan, Khalifah Kedua, Umar bin Khattab (ra), pernah menulis surat kepada Abu Ubaydah bin Jarrah (ra) yang berbunyi:
“Menurut laporan yang saya terima, perempuan warga negara non-Muslim memasuki kamar mandi bersama perempuan Muslim. Larang hal ini segera. Karena perempuan zimmī (warga negara non-Muslim) tidak diperbolehkan melihat kulit telanjang perempuan Muslim.”
Namun, jika wanita kafir atau musyrikah adalah budak dari seorang wanita Muslim, maka tidak ada masalah jika wanita Muslim tersebut melihat bagian-bagian tubuh budaknya yang merupakan perhiasan.
(Tafsir al-Qurtubi: XII/233; Celal Yıldırım, Tafsir Al-Quran Abad Ini dalam Cahaya Ilmu, Penerbit Anadolu: VIII/4205-4208.)
Salam dan doa…
Islam dengan Pertanyaan-Pertanyaan