Apakah seseorang yang melanggar taubatnya melakukan dosa?

Jawaban

Saudara kami yang terhormat,

Orang yang mengingkari taubatnya bertanggung jawab karena telah mengingkari janji yang telah dibuatnya kepada Allah. Orang yang mengingkari taubatnya harus bertobat kembali.

MANUSIA adalah makhluk yang mampu berbuat dosa.

“Mustahil bagiku untuk berbuat dosa”


d

Tidak ada seorang pun yang sempurna. Setiap orang, dengan cara ini atau itu, sedikit atau banyak, mendekati lubang dosa, dan terkadang jatuh ke dalamnya.

Kita menjalani hidup dalam keseimbangan akal dan hati. Namun, karena manusia tidak hanya terdiri dari akal dan hati, maka di bawah pengaruh emosi yang mendominasi, terutama hawa nafsu, perasaan yang tidak terkendali, keinginan yang tak tertahankan, dan khayalan yang tak tertahankan, kita terkadang, sadar atau tidak, tidak dapat mengendalikan kehendak kita dan melakukan dosa.

Sebenarnya, Allah SWT telah menciptakan berbagai cara yang berbeda untuk mendekatkan kita kepada-Nya, untuk membuat kita bergantung kepada-Nya, untuk menarik kita kepada-Nya. Misalnya, Dia memberi kita rasa lapar, sehingga kita menjadi bergantung pada rezeki-Nya,

Rezzak

telah menunjukkan bahwa Dia adalah Pemberi Rezeki dan dengan cara ini Dia telah mengikat kita kepada-Nya. Kita, sebagai hamba, telah meminta semua kebutuhan kita kepada-Nya, mengenal-Nya sebagai Ar-Razzaq, dan mengenal-Nya sebagai Pemberi Rezeki yang sebenarnya. Jadi, nama Ar-Razzaq mengharuskan kita untuk merasa lapar.

Begitu pula, kita adalah orang-orang berdosa, Allah adalah Yang Maha Pengampun. Kita melakukan kesalahan, Allah adalah Yang Maha Pengampun. Kita melakukan dosa, Allah adalah Yang Maha Pengampun. Kita bertaubat, Allah adalah Yang Maha Menerima Taubat. Allah

Gafur

hentikan,

Afuvv’

hentikan,

Gaffar

Dia adalah At-Tawwab. Dosa-dosa yang kita lakukan membawa kita kepada nama-nama Allah ini, mengarahkan kita kepada-Nya. Dengan demikian, kita mengenal Allah dengan nama-nama-Nya, Al-Ghafur dan Al-Ghaffar. Sebagaimana dikatakan oleh Bediuzzaman,

‘Nama Gaffar (Yang Maha Pengampun) menuntut adanya dosa, dan nama Sattar (Yang Maha Menutupi) menuntut adanya cela.’

Jelas, dosa harus dilakukan agar nama Allah yang Maha Pengampun (Gaffar) dapat terwujud; kesalahan harus dibuat, agar Allah tidak menyingkap kesalahan hamba-Nya, melainkan menutupi dan mengampuninya.

Penutup (Settâr)

menunjukkan bahwa itu adalah.

Dalam sebuah hadis, Nabi kita yang terkasih (saw) menyampaikan kebenaran yang indah ini dengan begitu baik:


“Demi Zat yang menguasai jiwa-jiwa, sesungguhnya jika kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan membinasakan kalian seluruhnya; kemudian Dia akan menciptakan suatu kaum yang berbuat dosa, lalu memohon ampun, maka Dia akan mengampuni mereka.”

1

Semakin banyak dosa, semakin banyak pertobatan.

Manusia tertipu oleh hawa nafsunya, menuruti godaan setan, tidak dapat mengendalikan emosinya, tidak dapat menguasai kehendaknya, dan akhirnya melakukan dosa, kemudian menyesali apa yang telah dan akan dilakukannya, dan terus bertobat. Nah, keadaan di mana hamba, meskipun telah melakukan dosa, kembali kepada Tuhannya melalui tobat, menurut hadits yang kita ketahui, membuat Allah SWT senang.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, menyampaikan sabda Rabbnya:

“Seorang hamba melakukan dosa dan

‘Ya Rabb, ampuni dosaku!’

kata dia.

Tuhan Yang Maha Esa juga,

‘Hamba-Ku telah melakukan dosa; kemudian ia menyadari bahwa ia memiliki Tuhan yang mengampuni dosa-dosa atau menghukum karena dosa.’

perintahkan.

Kemudian hamba itu berbalik dan berbuat dosa lagi, dan

‘Ya Tuhanku, ampunilah dosaku!’

kata dia.

Allah Ta’ala juga,

‘Hamba-Ku telah melakukan dosa dan dia tahu bahwa dia memiliki Tuhan yang mengampuni dosa atau menghukum karena dosa.’

perintahkan.

Kemudian hamba itu berbalik dan berbuat dosa lagi, dan

‘Ya Tuhanku, ampunilah aku!’



kata dia.

Allah Ta’ala juga,

‘Hamba-Ku telah berbuat dosa dan dia tahu bahwa dia memiliki Tuhan yang mengampuni dosa atau menghukum karena dosa. Wahai hamba-Ku, lakukanlah apa yang kaukehendaki, Aku telah mengampunimu.’ demikian firman-Nya.”2

Imam Nawawi, ulama hadis terkemuka, menyimpulkan hukum berikut dari hadis ini:


“Meskipun dosa-dosa diulang seratus kali, bahkan seribu kali atau lebih, jika orang tersebut bertaubat setiap kali, taubatnya tetap diterima. Atau, meskipun hanya bertaubat sekali untuk semua dosa, taubatnya tetap sah.”

Dalam sebuah hadis juga disebutkan bahwa seseorang yang meminta ampun (istighfar) tidak akan dianggap ‘berkeras dalam dosa’ meskipun ia mengulangi dosanya tujuh puluh kali sehari.3

Penjelasan yang diberikan oleh Ali bin Abi Thalib (ra) mengenai hal ini lebih menarik:


“Aku heran dengan orang yang binasa padahal ada resep keselamatan bersamanya. Resep itu adalah istighfar.”

Sudah

Gaffar



dan



Tawwab

nama-nama,

“yang Maha Pengampun, yang Maha Penerima Taubat, yang mengampuni orang yang meminta ampun setiap kali berbuat dosa, yang menerima taubat orang yang bertaubat setiap kali bertaubat”

Artinya, jika Tuhan hanya akan mengampuni hamba-Nya sekali seumur hidup, maka Dia tidak akan memberi hamba-Nya kesempatan dan peluang untuk berbuat dosa setelah itu. Singkatnya, jika Allah tidak ingin mengampuni, Dia tidak akan memberi kita perasaan untuk meminta pengampunan.

Di sisi lain, pengampunan dosa dari Tuhan adalah karunia, rahmat, dan kebaikan-Nya. Sebagaimana dinyatakan dalam hadis, hukuman atas dosa adalah manifestasi keadilan-Nya. Sebagaimana Said Nursi telah jelaskan,

“Tuhan Maha Esa lebih cenderung untuk mengampuni orang-orang berdosa, daripada menghukum mereka.”

(menghukum dengan siksaan)

adalah.”

Generasi sahabat yang tumbuh di bawah bimbingan Nabi Muhammad (saw) sangat memahami poin penting ini. Mereka memahami nama-nama mulia Allah dengan sempurna dan mencerminkannya dalam kehidupan mereka. Melihat hadis-hadis yang mereka riwayatkan, tidak sulit untuk menyadari tingkat pendidikan dan kapasitas pemahaman mereka.

Misalnya, Nabi Anas memberitakan bahwa betapapun banyak dosa yang dilakukan hamba dan betapapun banyak ia memohon ampun, permohonannya tidak akan pernah sia-sia. Anas radhiyallahu anh berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda demikian.”

.


“Allah Ta’ala

(berfirman)

“Wahai anak Adam! Selama engkau memohon kepada-Ku dan meminta ampun kepada-Ku, Aku akan mengampunimu, betapapun banyaknya dosa yang telah engkau lakukan, tanpa memperhitungkan besarnya dosa-dosa itu. Wahai anak Adam! Sekalipun dosa-dosamu memenuhi langit, jika engkau memohon ampun kepada-Ku, Aku akan mengampunimu. Wahai anak Adam! Sekalipun engkau datang kepada-Ku dengan dosa-dosa yang memenuhi bumi, tetapi engkau tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun, Aku akan membalasmu dengan ampunan yang memenuhi bumi.”

4

Nabi Muhammad (saw) juga, dalam sebuah hadis, menjelaskan kepada kita tentang kesedihan dan kegembiraan seseorang yang hidup di padang pasir, yang satu-satunya hartanya adalah unta, ketika ia menyesali dosa yang telah ia lakukan dan kembali kepada Tuhannya, dengan cara berikut:


“Ada seorang yang berada di tempat yang tandus, kosong, dan berbahaya. Ia membawa unta. Unta itu dimuat dengan makanan dan minumannya. Kemudian ia tertidur. Ketika ia bangun, ia mendapati untanya telah pergi. Ia mulai mencari untanya. Ia tidak dapat menemukannya. Dalam keadaan yang sangat buruk karena kelaparan dan dahaga, ia berkata kepada dirinya sendiri:

‘Sekarang aku akan kembali ke tempat asalku dan tidur di sana sampai mati.’

Ia pergi, lalu meletakkan kepalanya di atas lengannya karena hendak mati. Tiba-tiba ia terbangun. Ia melihat untanya berdiri di sampingnya. Semua perbekalannya, makanan dan minumannya ada di atas unta itu. Sungguh, Allah lebih bergembira dan merasakan kenikmatan yang lebih besar dengan taubat dan istighfar hamba-Nya yang beriman, daripada kegembiraan orang yang berada dalam keadaan seperti itu.”

5

Apakah Seorang Ibu Akan Melempar Anaknya ke Api?

Rahmat, kasih sayang, dan belas kasih Tuhan Maha Esa adalah tak terbatas. Cukup bagi seluruh hamba-Nya, dan mencukupi seluruh alam semesta. Ia tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya yang mengenal-Nya, tetapi tidak mampu melepaskan diri dari dosa, yang telah menjadi tawanan hawa nafsunya, dalam keadaan yang demikian. Dengan kata lain, Tuhan Maha Esa menarik hamba-hamba-Nya yang bertaubat kepada-Nya ke dalam rahmat-Nya dengan menciptakan berbagai kesempatan. Artinya, Allah tidak menciptakan hamba-Nya untuk menghukumnya, dan tidak mengutusnya ke dunia untuk sekadar menjatuhkannya ke neraka. Sebagaimana manusia tidak akan melemparkan anaknya ke dalam api karena kesalahannya, demikian pula Allah Maha Esa tidak akan menolak rahmat-Nya yang tak terbatas dari hamba-hamba-Nya yang mengenal-Nya sebagai Tuhan, dan tidak akan melemparkan mereka ke neraka.

Khalifah Umar, saat menceritakan sebuah peristiwa yang disaksikannya di Zaman Kebahagiaan, juga menyampaikan kabar gembira dari Nabi Muhammad (saw) kepada kita.

Setelah sebuah perang. Di antara para tawanan ada seorang wanita yang terpisah dari anaknya. Wanita malang itu memeluk, mencium, dan menyusui setiap anak yang dilihatnya untuk melampiaskan rindu akan anaknya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada orang-orang di sekitarnya:


“Apakah Anda percaya bahwa wanita ini akan membakar anaknya sendiri?”

tanyanya.


“Tidak pernah, tidak akan pernah”

kata mereka.

Maka, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,


“Sesungguhnya Allah Maha Pengasih kepada hamba-hamba-Nya, lebih daripada kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.”

perintahkan.6

Hadits-hadits menceritakan tentang ampunan dan rahmat Allah yang tak terbatas. Demikian pula, sebagai prinsip yang tak tergoyahkan, ayat-ayat suci, setelah memberikan pedoman umum, mengingatkan kita akan satu hal penting. Yaitu, jangan sampai merusak kesadaran ibadah, jangan sampai melampaui batas rasa hormat hamba kepada Tuhannya. Setelah bertaubat dan memohon ampun, janganlah terus berbuat dosa dengan berpikir bahwa Allah akan mengampuninya, agar rahasia ibadah tidak hilang. Al-Qur’an menunjuk pada kebenaran ini sebagai berikut:


“Apabila mereka melakukan perbuatan dosa yang keji atau menzalimi diri mereka sendiri dengan melakukan dosa, mereka ingat kepada Allah, lalu memohon ampun kepada-Nya. Siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosa mereka selain Allah? Dan mereka tidak terus-menerus mendurhaka dengan sengaja.”

7

Peningkatan Spiritual Melalui Dosa

Jika hamba lebih serius memohon perlindungan kepada Allah dan bertaubat dengan lebih ikhlas karena dosa yang telah ia lakukan, ia dapat mencapai peningkatan spiritual. Al-Qur’an menjelaskan kebenaran ini sebagai ‘pengubahan dosa menjadi pahala’.


“Namun, mereka yang bertaubat dan berbuat baik adalah pengecualian. Allah akan menghapus dosa-dosa mereka dan menggantinya dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

8

Allah SWT, memaafkan dosa-dosa orang yang mengakui dan menyesali kesalahan dan dosa-dosanya, dan bahkan mengganti dosa-dosa tersebut dengan pahala, sehingga dosa-dosa tersebut digantikan oleh pahala, dosa-dosa tersebut bertukar tempat dengan pahala. Oleh karena rahasia inilah, beberapa ulama hadits,

“Ada beberapa dosa yang lebih bermanfaat bagi orang beriman daripada banyak ibadah.”

begitulah yang mereka katakan.

Setiap orang bisa membuat kesalahan, bahkan setiap orang pasti membuat kesalahan dan berbuat dosa. Tetapi di antara orang-orang berdosa pun ada yang terbaik. Keutamaan ini dinyatakan oleh Nabi kita sebagai berikut:


“Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan; tetapi orang yang paling baik di antara mereka yang melakukan kesalahan adalah mereka yang banyak bertobat.”

9

Lebih dari sekadar menjadi orang yang baik setelah bertobat dari kesalahan, orang yang bertobat juga dapat mencapai kedudukan sebagai hamba yang dicintai Allah. Kabar gembira yang ditunjukkan Al-Qur’an ini adalah salah satu kabar gembira terindah yang ditawarkan Islam kepada manusia:


“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang banyak bertobat dan menyucikan diri.”

10

Nabi Muhammad (saw) menafsirkan ayat ini sebagai berikut:


“Sesungguhnya Allah menyukai hamba-Nya yang beristighfar (meminta ampun) berulang kali meskipun ia berbuat dosa berulang kali.”

11

Rasulullah (saw), yang benar-benar menyadari makna kasih sayang ini, meskipun tidak pernah berbuat dosa dan dijauhkan dari dosa, beristighfar dan bertaubat tujuh puluh kali sehari, bahkan terkadang seratus kali. Karena, di dalam istighfar terdapat kedudukan dan kebahagiaan ‘mahbubiyat’.

Namun, dengan menyalahartikan kabar baik ini,

“Karena dosa bisa berubah menjadi pahala, bukankah lebih baik kita berbuat dosa dulu, lalu bertaubat kemudian?”

Hal ini juga perlu diperhatikan agar tidak menyalahgunakan masalah dengan menggunakan kata-kata yang tidak pantas.

Pendekatan seperti itu, terlebih dahulu, bertentangan dengan adab sebagai hamba. Hal ini dianggap sebagai -jangan sampai terjadi- menguji Allah, tidak menganggap serius hukum-hukum agama, dan tidak memahami inti masalahnya. Sebagai penanggulangan terhadap penyalahgunaan seperti itu, banyak ayat Al-Qur’an menyatakan bahwa hak untuk mengampuni dosa hanya milik Allah, bahwa Allah akan mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan akan menghukum siapa yang Dia kehendaki,

takut-harap

kepada penimbangannya,

harapan-ketakutan

perhatian ditekankan pada keseimbangannya.

Lagipula,

“Lagipula, aku akan bertaubat juga!..”

Orang yang jatuh ke dalam dosa dengan pikiran seperti itu, apakah dia akan memiliki kesempatan untuk bertaubat, apakah hidupnya akan cukup untuk itu, apakah ada jaminannya? Atau yang terpenting, meskipun tindakannya telah mendatangkan murka Allah, apakah Allah akan memberinya kesempatan untuk bertaubat? Semua ini perlu dipertimbangkan.


“Orang yang menunaikan kewajiban dan tidak melakukan dosa-dosa besar akan selamat.”

Dengan semua itu, hal terpenting bagi seorang mukmin, yang khususnya setiap hari terpapar serangan ratusan dosa, adalah berupaya menghindari dosa, menjauh dari lingkungan yang penuh dosa, dan tidak mendekati pintu-pintu yang terbuka untuk berbuat dosa. Pada intinya,

‘def’i şer

yang harus dilakukan adalah menjauh dari perbuatan-perbuatan jahat. Hal ini sangat penting di zaman sekarang.

Takwa

Rahasia itu hanya dapat diakses melalui cara ini.

Karena meninggalkan sesuatu yang haram, meninggalkan dosa besar, adalah wajib. Melakukan sesuatu yang wajib lebih bernilai daripada banyak sunnah.

Dengan menjadikan taqwa sebagai dasar, dengan sekali memalingkan wajah dari dosa, maka ribuan dosa dapat dihindari, sehingga ratusan kewajiban dan sunnah dapat dipenuhi. Dengan demikian, niat taqwa, yaitu menghindari dosa, membuka jalan bagi banyak amal saleh. Karena pada masa ini…

“Barangsiapa yang menunaikan kewajiban-kewajibannya dan tidak melakukan dosa-dosa besar, niscaya akan selamat.”

12

Al-Qur’an memberitakan tentang keselamatan ini, yaitu bahwa mereka yang menjauhi dosa-dosa besar akan mencapai nikmat, penghargaan, dan kebahagiaan di Surga:


“Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar yang telah dilarang, maka Kami akan menutupi dosa-dosa kecil kalian dan memasukkan kalian ke surga yang penuh dengan nikmat dan karunia Kami.”

13

Jika begitu,


“Hidupkanlah hidupmu dengan iman, hiasi dengan ibadah-ibadah wajib, dan jagalah dari dosa-dosa.”

14



Sumber-sumber:

1. Muslim, At-Taubah 9.

2. Bukhari, Teuhid 35; Muslim, Taubah 29.

3. Musnad, 5:130.

4. Tirmizi, Da’wat 98.

5. Muslim, At-Taubah 3.

6. Bukhari, Adab 19, Muslim, Taubah 22.

7. Surah Al-Imran, 3:135.

Surat Al-Furqan ayat 70, 25:70.

9. Tirmizi, Kiamat 49.

10. Surah Al-Baqarah, 2:222.

11. Musnad, 1:80.

12. Risale-i Nur Külliyatı, 2:1632.

Surat An-Nisa ayat 13, 4:31.

14. Risale-i Nur Külliyatı, 1:5.


Salam dan doa…

Islam dengan Pertanyaan-Pertanyaan

Pertanyaan Terbaru

Pertanyaan Hari Ini