Apakah seseorang diuji dengan was-was yang muncul di pikirannya dan sangat mengganggunya?

Jawaban

Saudara kami yang terhormat,


Was-was,

Ia adalah bagian dari fitrah dan ciptaan kita. Ia datang secara tiba-tiba dan di luar kehendak kita; kadang-kadang mengganggu kita, kadang-kadang membangunkan, mengingatkan. Kadang-kadang ia datang dalam masalah keyakinan dan kepercayaan; dan menanamkan keraguan dalam diri kita. Ia mendorong kita untuk menyelidiki dan menemukan kebenaran. Kadang-kadang ia datang di tengah-tengah shalat, dalam bentuk pengingat yang tidak ada hubungannya dengan shalat; ia mengganggu ketenangan dan khusyu’ kita dalam shalat. Kadang-kadang ia datang lagi terkait dengan shalat, dalam bentuk anggapan bahwa ada sesuatu yang kurang dalam shalat; dan kita terjerumus ke dalam anggapan bahwa ada kekurangan dalam shalat kita. Kadang-kadang ia datang saat kita berwudu dan kita mengira ada bagian kering pada anggota badan kita yang sedang berwudu dan kita terus mencuci anggota badan kita. Kadang-kadang ia datang dalam bentuk kehati-hatian yang berlebihan dalam hal kebersihan; dan kita terus-menerus memeriksa pakaian kita, tempat duduk kita.

Contoh-contohnya bisa ditambah. Tetapi mari kita tenang dalam satu hal, bahwa manusia tidak akan pernah terbebas dari was-was; was-was tidak akan pernah terlepas dari manusia. Karena kita bukanlah malaikat! Kita berada di dunia ujian. Kita bermasalah dengan setan.

Meragukan hal-hal yang tidak mungkin dan menjadikannya penyakit adalah wujud berlebihan, atau hipersensitivitas, dari was-was. Janganlah kita memberi kesempatan dan peluang kepada was-was yang berlebihan ini; janganlah kita mengindahkannya. Was-was yang berlebihan adalah penyakit sepenuhnya. Namun, penyakit ini dapat diobati. Bahkan, dalam beberapa hal, pengobatannya ada di tangan kita sendiri, di dalam kinerja kita sendiri. Ustadz Bediuzzaman menjelaskan bagaimana was-was yang berlebihan seperti itu dapat diobati dalam Risalah Yirmi Birinci Söz. Untuk was-was yang demikian, Ustadz Bediuzzaman mengatakan dengan satu kalimat:




(Was-was)

Semakin kamu menganggapnya penting, semakin besar ia; jika kamu tidak menganggapnya penting, ia akan memudar. Jika kamu memandangnya dengan pandangan yang besar, ia akan menjadi besar; jika kamu memandangnya dengan pandangan yang kecil, ia akan menjadi kecil.”

1

Jadi, pengobatan was-was yang berlebihan terletak pada diri kita sendiri, pada pendekatan kita sendiri. Dalam situasi ini, ketika was-was terlalu mengganggu, kita akan menganggap ukuran-ukuran dasar agama kita cukup dan menenangkan was-was kita. Misalnya, ketika kita masuk ke kamar mandi, kita mengencangkan pakaian kita, misalnya menggulung celana, lengan baju, dan berhati-hati agar tidak meneteskan air, maka hati kita harus merasa cukup, harus menganggapnya cukup. Jika tidak cukup, jika menginginkan kehati-hatian yang lebih besar, jangan kita hiraukan, jangan kita anggap penting. Jangan kita beri perhatian agar tidak membengkak. Jangan kita besarkan agar tidak membesar.

Begitu pula saat sholat. Kadang-kadang, keraguan dan was-was muncul dalam hati kita mengenai jumlah rakaat sholat. Tepat saat hendak mengucapkan salam, keraguan muncul: Apakah saya sudah sholat empat rakaat, atau tiga rakaat? Astaga! Apakah sholat saya batal, atau sah? Padahal, sebenarnya -secara umum- sholat kita sudah sempurna. Dalam situasi ini, jika kita sering menghadapi was-was seperti ini, kita tidak boleh mempercayainya, harus mengucapkan salam, dan menerima bahwa sholat kita sudah sempurna. Artinya, kita tidak boleh membiarkan was-was ini menjadi penyakit. Jika kita menghadapi was-was seperti ini untuk pertama kalinya atau sangat jarang, kita berpikir, jika kita tidak bisa memutuskan, kita anggap saja kita sudah sholat tiga rakaat -karena tiga rakaat itu pasti- lalu bangun dan sholat satu rakaat lagi dan melakukan sujud sahwa.

Seseorang tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas was-was yang muncul di pikiran dan hatinya, dan ia juga tidak bertanggung jawab atas hal itu. Kerugian baru terjadi ketika was-was tersebut berdampak negatif pada keyakinan dan amal.


Catatan kaki:

1. Bedîüzzaman, Risale-i Nur, hlm. 248.

Klik di sini untuk informasi tambahan:

Apa itu was-was; bisakah Anda memberi informasi tentang penyebabnya?


Salam dan doa…

Islam dengan Pertanyaan-Pertanyaan

Pertanyaan Terbaru

Pertanyaan Hari Ini