Apakah memperindah masjid itu diperbolehkan?

Jawaban

Saudara kami yang terhormat,

Dalam kitab-kitab fikih terdapat pernyataan umum dan tidak pasti tentang tidak dibenarkannya menghiasi masjid. Landasan para ulama fikih kami adalah sebagai berikut:

Al-Qur’an

“Hanya orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat yang akan memelihara masjid-masjid.”


(At-Taubah, 9/18)

kata. Membangun (mamur etme) mencakup baik pembangunan dan konstruksi, maupun menghidupkan dan mengisi, serta membuat sesuatu berfungsi. Selain itu, ungkapan menghiasi dan memperindah masjid juga dapat dipahami dari ungkapan membangun (mamur etme).

Masjid Nabi Muhammad (saw) sederhana. Dindingnya terbuat dari batu bata sederhana, dan atapnya ditutupi dengan serabut pohon kurma. Membangun masjid yang mewah bertentangan dengan teladan Nabi.

Namun, pada saat itu tidak ada kemungkinan untuk melakukan hal lain. Yang bisa dilakukan secara mendesak hanyalah itu. Meskipun Nabi Muhammad (saw) membangun masjid seperti itu, beliau tidak melarang untuk membangun yang lebih sempurna dan lebih indah. Pada saat itu rumah-rumah juga seperti itu, tetapi sekarang tidak ada yang memperdebatkan kesempurnaan rumah-rumah.

Dalam sebuah hadis,

“menghiasi masjid adalah salah satu tanda-tanda kiamat yang mendekat”




(lihat Musnad, 3/134)

begitulah yang dikatakan.

Namun, anggapan bahwa menghiasi masjid adalah tanda kiamat tidak berarti hal itu tidak diperbolehkan. Tidak semua hal yang menunjukkan kedekatan kiamat adalah buruk.

Dari bahan ini, dapat disimpulkan bahwa menghiasi masjid, kecuali ada alasan yang masuk akal, adalah pekerjaan yang tidak perlu dan agak tidak menyenangkan. Tetapi di zaman sekarang, ketika masjid menjadi penanda identitas, menjadi sangat penting bagi mereka untuk memiliki estetika yang tinggi. Di sisi lain, mengecat masjid dengan warna-warni hanya untuk menghiasinya bukanlah hiasan, melainkan menunjukkan kurangnya selera.

Menghias, memadalis, dan menggantung berbagai lukisan di tempat-tempat yang dapat dilihat oleh orang-orang yang sedang salat di masjid adalah hal yang makruh.

Menggunakan uang yang dikumpulkan untuk pembangunan masjid untuk keperluan dekorasi juga dianggap tidak baik. Orang-orang hanya boleh melakukan dekorasi dengan menggunakan uang mereka sendiri, atau jika uang tersebut diberikan dengan sepengetahuan dan persetujuan pemberi, dengan tujuan akan digunakan untuk dekorasi.

Lebih baik jika uang yang dikumpulkan untuk masjid digunakan untuk mengajar kebenaran kepada jemaat dan anak-anak mereka, daripada untuk dekorasi.

(lihat Prof. Dr. Faruk Beşer, Kehidupan Kontemporer dengan Fatwa)

Ibn Hajar al-Asqalani membahas topik ini secara lebih rinci dan, dengan menyatakan bahwa Imam Azam Abu Hanifa mengizinkan hiasan di masjid dan tempat ibadah, ia meringkasnya sebagai berikut:


1.

Menghiasi dan memperindah masjid adalah hal yang dimuruk (tidak disukai) secara sepakat jika hal itu mengganggu orang yang sedang salat.


2.

Jika perhiasan dibuat untuk pamer dan ujub, maka itu juga makruh. Bahkan, membangun masjid dengan tujuan tersebut saja sudah makruh, apalagi memperindah masjid.


3.

Menurut kami, memperkuat masjid dan menggunakan bahan-bahan seperti kapur untuk tujuan tersebut diperbolehkan, bukan makruh. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Utsman bin Affan:

“Barangsiapa membangun masjid untuk Allah, niscaya Allah akan membangun baginya sebuah rumah di surga.”

Hadis-i Syarif dan apa yang dilakukan oleh Khalifah Usman di masjid selama masa kekhilafahannya juga menjadi bukti bagi pandangan kami ini. Diriwayatkan oleh Abu Dawud…

“Aku tidak diperintahkan untuk mendirikan masjid-masjid.”

Hadis yang berbunyi demikian tidak bertentangan dengan pendapat kami. Karena di sini tidak ada yang menunjukkan larangan. Tidak diperintahkan untuk melakukan sesuatu tidak berarti hal itu haram. (Ibn Abbas)

“Demi Allah, kalian akan menghiasi masjid-masjid seperti orang Yahudi dan Kristen menghiasi (gereja dan sinagoge) mereka.”

Sedangkan hadits (Abu Dawud, Shalat 12) tersebut adalah hadits yang dihentikan (mawquf). Meskipun kita menganggapnya sebagai hadits marfu’ secara hukum, hal itu dapat ditafsirkan sebagai menghiasi dan memperindah masjid hingga tingkat yang dapat mengganggu jamaah.


4.

Membangun masjid dengan mengambil harta benda rakyat secara paksa adalah haram.


5.

Membangun masjid dengan harta wakaf yang bukan untuk pembangunan masjid juga haram.

Dari perkataan Ibnu Hajar ini dan dari pembangunan serta peningkatan bangunan Ka’bah oleh Abdullah bin az-Zubair, dapat disimpulkan bahwa membangun masjid yang kokoh dan tinggi adalah diperbolehkan.

(lihat Sunan Abu Dawud Terjemahan dan Syarah, Şamil Yayınları 2/203-204)


Salam dan doa…

Islam dengan Pertanyaan-Pertanyaan

Komentar


muttaki586

Kalimat terakhir merangkum pokok bahasan.

Silakan Masuk atau Daftar untuk memberikan komentar.

Pertanyaan Terbaru

Pertanyaan Hari Ini